Selasa, 26 Januari 2010

NIKAH YUK !!! *_______~

Agama Islam adalah agama fithrah dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini. Karena itu Allah SWT menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Dengan demikian manusia dapat berjalan di atas fitrahnya tersebut.
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan (’gharizah insaniyah’/naluri kemanusiaan). Karena itu Islam menganjurkan untuk menikah. Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu pernikahan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta’ala: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum :30).
Islam telah menjadikan ikatan pernikahan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagi satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi serta sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik RA berkata: “Telah bersabda Rasulullah SAW: Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik RA berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda: “Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbanggga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat”. (Hadits Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Islam menolak sistem ke-’rahib-an’ karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Sikap itu melawan sunnah dan kodrat Allah Ta’ala yang telah ditetapkan bagi semua mahluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim. Manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : “Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!”.
Perkataan ini adalah perkataan yang batil dan bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk nikah. Seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah. Firman-Nya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (An-Nur : 32).
Rasulullah SAW menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya: “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (Hadits Riwayat Ahmad, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim dari shahabat Abu Hurairah RA).
Tujuan Pernikahan dalam Islam
1. Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi. Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan).
2. Untuk membentengi ahlak yang luhur. Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dari kerusakan serta melindungi masyarakat dari kekacauan.

Proposal Nikah untuk ummi dan abi

Ummi dan Abi yang sangat saya hormati, saya cintai dan sayangi, semoga Allah selalu memberkahi langkah-langkah kita dan tidak putus-putus memberikan nikmatNya kepada kita. Amin

Ummi dan Abi yang sangat saya hormati..sebagai hamba Allah, saya telah diberi berbagai nikmat. Maha Benar Allah yang telah berfirman : "Kami akan perlihatkan tanda-tanda kebesaran kami di ufuk-ufuk dan dalam diri mereka, sehingga mereka dapat mengetahui dengan jelas bahwa Allah itu benar dan Maha Melihat segala sesuatu".

Nikmat tersebut diantaranya ialah fitrah kebutuhan biologis, saling membutuhkan terhadap lawan jenis.. yaitu: Menikah ! Fitrah pemberian Allah yang telah lekat pada kehidupan manusia, dan jika manusia melanggar fitrah pemberian Allah, hanyalah kehancuran yang didapatkannya..Na'udzubillah ! Dan Allah telah berfirman : "Janganlah kalian mendekati zina, karena zina adalah perbuatan yang buruk lagi kotor" (Qs. Al Israa' : 32).

Ummi dan Abi tercinta..melihat pergaulan anak muda dewasa itu sungguh amat memprihatinkan, mereka seolah tanpa sadar melakukan perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Seolah-olah, dikepala mereka yang ada hanya pikiran-pikiran yang mengarah kepada kebahagiaan semu dan sesaat. Belum lagi kalau ditanyakan kepada mereka tentang menikah. "Saya nggak sempat mikirin kawin, sibuk kerja, lagipula saya masih ngumpulin barang dulu," ataupun Kerja belum mapan , belum cukup siap untuk berumah tangga¡¨, begitu kata mereka, padahal kurang apa sih mereka. Mudah-mudahan saya bisa bertahan dan bersabar agar tak berbuat maksiat. Wallahu a'lam.

Ummi dan Abi tersayang..bercerita tentang pergaulan anak muda yang cenderung bebas pada umumnya, rasanya tidak cukup tinta ini untuk saya torehkan. Setiap saya menulis peristiwa anak muda di majalah Islam, pada saat yang sama terjadi pula peristiwa baru yang menuntut perhatian kita..Astaghfirullah.. Ibunda dan Ayahanda..inilah antara lain yang melatar belakangi saya ingin menyegerakan menikah.

Dasar Pemikiran

Dari Al Qur'an dan Al Hadits :

"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).

"Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49).
¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui¡¨ (Qs. Yaa Siin (36) : 36).

Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).

Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71).

Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An Nisaa (4) : 1).

Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).

..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa' (4) : 3).

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata.(Qs.Al Ahzaab(33):36).

Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah :

Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !"(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).

Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).


Dari Aisyah, "Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud).

Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya." (HR. Baihaqi).

Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).

"Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim) : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram."

"Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud).

Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).

Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).

Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).

Rasulullah SAW. bersabda : "Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah" (HR. Bukhari).

Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani).

Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif).

Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).

Tujuan Pernikahan

Melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasul.
Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam.
Mewujudkan keluarga Muslim menuju masyarakat Muslim.
Mendapatkan cinta dan kasih sayang.
Ketenangan Jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat / perilaku hina lainnya).
Agar kaya (sebaik-baik kekayaan adalah isteri yang shalihat).
Meluaskan kekerabatan (menyambung tali silaturahmi / menguatkan ikatan kekeluargaan)

Kesiapan Pribadi

Kondisi Qalb yang sudah mantap dan makin bertambah yakin setelah istikharah.

Rasulullah SAW. bersabda : Man Jadda Wa Jadda (Siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan berhasil melewati rintangan itu).
Termasuk wajib nikah (sulit untuk shaum).
Termasuk tathhir (mensucikan diri).
Secara materi, Insya Allah siap. Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya (Qs. At Thalaq (65) : 7)

Akibat Menunda atau Mempersulit Pernikahan
Kerusakan dan kehancuran moral akibat pacaran dan free sex.
Tertunda lahirnya generasi penerus risalah.
Tidak tenangnya Ruhani dan perasaan, karena Allah baru memberi ketenangan dan kasih sayang bagi orang yang menikah.
Menanggung dosa di akhirat kelak, karena tidak dikerjakannya kewajiban menikah saat syarat yang Allah dan RasulNya tetapkan terpenuhi.
Apalagi sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.

Rasulullah SAW. bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan." (HR. Ahmad)
dan "Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" (HR. Thabrani dan Baihaqi).. Astaghfirullahaladzim.. Na'udzubillahi min dzalik

Namun, umumnya yang terjadi di masyarakat di seputar pernikahan adalah sebagai berikut ini :

Status yang mulia bukan lagi yang taqwa, melainkan gelar yang disandang: Ir, DR, SE, SH, ST, dsb
Pesta pernikahan yang wah / mahar yang tinggi, sebab merupakan kebanggaan tersendiri, bukan di selenggarakan penuh ketawadhu'an sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

(Pernikahan hendaklah dilandasi semata-mata hanya mencari ridha Allah dan RasulNya. Bukan di campuri dengan harapan ridha dari manusia (sanjungan, tidak enak kata orang). Saya yakin sekali.. bila Allah ridha pada apa yang kita kerjakan, maka kita akan selamat di dunia dan di akhirat kelak.)


Pernikahan dianggap penghalang untuk menyenangkan orang tua.

Masyarakat menganggap pernikahan akan merepotkan Studi, padahal justru dengan menikah penglihatan lebih terjaga dari hal-hal yang haram, dan semakin semangat menyelesaikan kuliah.

Memperbaiki Niat :

Innamal a'malu binniyat....... Niat adalah kebangkitan jiwa dan kecenderungan pada apa-apa yang muncul padanya berupa tujuan yang dituntut yang penting baginya, baik secara segera maupun ditangguhkan.

Niat Ketika Memilih Pendamping

Rasulullah bersabda "Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya."(HR. Thabrani).

"Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama". (HR. Ibnu Majah).

Nabi SAW. bersabda : Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab (akibatnya) dapat melahirkan anak yang lemah (baik akal dan fisiknya) (Al Hadits).

Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda, ¡§Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama." (HR. Muslim dan Tirmidzi). Niat dalam Proses Pernikahan


Masalah niat tak berhenti sampai memilih pendamping. Niat masih terus menyertai berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan. Mulai dari memberi mahar, menebar undangan walimah, menyelenggarakan walimah. Walimah lebih dari dua hari lebih dekat pada mudharat, sedang walimah hari ketiga termasuk riya'. "Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan."(Qs. An Nisaa (4) : 4).

Rasulullah SAW bersabda : "Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya" (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih).

Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda, "Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)"

(HR. Ahmad). Nabi SAW pernah berjanji : "Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya." (HR. Ashhabus Sunan).

Dari Anas, dia berkata : " Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya" (Ditakhrij dari An Nasa'i)..Subhanallah..

Proses pernikahan mempengaruhi niat. Proses pernikahan yang sederhana dan mudah insya Allah akan mendekatkan kepada bersihnya niat, memudahkan proses pernikahan bisa menjernihkan niat. Sedangkan mempersulit proses pernikahan akan mengkotori niat.
"Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pernikahan haruslah memenuhi kriteria Lillah, Billah, dan Ilallah. Yang dimaksud Lillah, ialah niat nikah itu harus karena Allah. Proses dan caranya harus Billah, sesuai dengan ketentuan dari Allah.. Termasuk didalamnya dalam pemilihan calon, dan proses menuju jenjang pernikahan (bersih dari pacaran / nafsu atau tidak). Terakhir Ilallah, tujuannya dalam rangka menggapai keridhoan Allah.

Sehingga dalam penyelenggaraan nikah tidak bermaksiat pada Allah ; misalnya :
- adanya pemisahan antara tamu lelaki dan wanita,
- tidak berlebih-lebihan, tidak makan sambil berdiri (adab makanan dimasyarakat biasanya standing party-ini yang harus di hindari, padahal tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang demikian),
- Pengantin tidak disandingkan,

adab mendo'akan pengantin dengan do'a :
Barokallahu laka wa baroka 'alaikum wa jama'a baynakuma fii khoir.. (Semoga Allah membarakahi kalian dan melimpahkan barakah kepada kalian),
-tidak bersalaman dengan lawan jenis, Tidak berhias secara berlebihan ("Dan janganlah bertabarruj (berhias) seperti tabarrujnya jahiliyah yang pertama" - Qs. Al Ahzab (33),

Meraih Pernikahan Ruhani

Jika seseorang sudah dipenuhi dengan kecintaan dan kerinduan pada Allah, maka ia akan berusaha mencari seseorang yang sama dengannya. Secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan tentram jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan lain sebagainya. Karena itu, berbahagialah seseorang yang dapat merasakan cinta Allah dari pasangan hidupnya, yakni orang yang dalam hatinya Allah hadir secara penuh. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan untuk Allah.

Betapa indahnya pertemuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan Allah. Pernikahan mereka bukanlah semata-mata pertemuan dua insan yang berlainan jenis, melainkan pertemuan dua ruhani yang sedang meniti perjalanan menuju Allah, kekasih yang mereka cintai. Itulah yang dimaksud dengan pernikahan ruhani. KALO KITA BERKUALITAS DI SISI ALLAH, PASTI YANG AKAN DATANG JUGA SEORANG (JODOH UNTUK KITA) YANG BERKUALITAS PULA (Al Izzah 18 / Th. 2)

Penutup

"Hai, orang-orang beriman !! Janganlah kamu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah kepada kamu dan jangan kamu melampaui batas, karena Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (Qs. Al Maidaah (5) : 87).

Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. Alam Nasyrah (94) : 5- 6 ).

Ummi dan Abi yang sangat saya hormati, saya sayangi dan saya cintai atas nama Allah..

demikanlah proposal ini (secara fitrah) saya tuliskan. Saya sangat berharap Ummi dan Abi..
memahami keinginan saya.
Atas restu dan doa dari Ummi dan Abi..

saya ucapkan "Jazakumullah Khairan katsiira".

"Ya Allah, jadikanlah aku ridho terhadap apa-apa yang Engkau tetapkan dan jadikan barokah apa-apa yang telah Engkau takdirkan, sehingga tidak ingin aku menyegerakan apa-apa yang engkau tunda dan menunda apa-apa yang Engkau segerakan..

YA ALLAH BERILAH PAHALA DALAM MUSIBAHKU KALI INI DAN GANTIKAN UNTUKKU YANG LEBIH BAIK DARINYA.. Amiin"

Penulis adalah Uda Arif Rahman Hakim, semoga Allah selalu melimpahkan rahmat selalu

ber-jilbab dengan ilmu

Subhanallah,, maraknya jamur jilbab di kota tercinta ini. Tatkala sedang singgah ke sekolahan, anak-anak sekolah sudah banyak yang berkerudung. Biasanya, mereka memakai kerudung pada hari Jum’at dan Sabtu. Tak ayal ibu-ibu sekarang pun juga banyak yang menutup rambutnya, saat datang kondangan atau pun belanja ke pasar. Yang lebih mengharukan lagi, remaja-remaja kuliahan bertaburan di mall, jalanan, dan masjid lengkap dengan jilbabnya. Allahu akbar... Allahu akbar...

Saat share dengan adek-adek, beberapa mengeluhkan, ”Mbak, teman-teman ane pada nanya, ’kok banyak dari kalangan yang gak bener itu pake jilbab? Eh tahu dak banyak orang yang di pantai panjang remang-remang tuh (tempat dunia kegelapan-red), orang yang make jilbab galo. Apo cubo gawenyo (kerjaan) berduo kek lanang-lanang (cowok) banyak tuh?’”

Laen lagi dengan teman ammah ana di kampus, ”Frend, kemaren gua jalan di mall banyak orang yang pake jilbab panjang, seumuran lah dengan kita, nah mereka kek orang pacaran. Gua sangsi kalau mereka suami istri, secara mereka kek nya seumuran dengan kita.”

Atau yang lain lagi, ”Iwh, masa Vo, pake jilbab tapi tos-tosan, cubit-cubitan ama teman sekelas. Apa kata dunia!!”

Coment sebagian yang lain, ”Percuma aja berjilbab kalau kayak gitu, buka tutup lepas blazz, kemaren aku liat si X jalan ke mini market, waktu aku sapa dan kutanya jilbabnya kemana, beuuh, dia jawab; oh iya jilbabku kotor semua jadi gak pake deh.” Brak patah hati ini mendengarnya. Hiiksss...T_T

Teman-teman yang ammah cukup banyak yang complaind plus nanya-nanya ini itu, kok gini, lah yang itu begitu, yang seperti ini aja begono, wadohh bengund. Haks,,haks,,,


JILBAB TANPA ILMU

Film KCB booming, jilbab panjang pun menyebar bak virus yang membunuh baju-baju casual. Subhanallah dakwah yang indah. Tapi, sebagian besar gak ngarti dan gak fahim ilmunya menutup aurat. Begitulah kalau jilbab dijadikan mode belaka. Memakai tanpa tahu ilmunya.

Mengapa bertaburan cewek-cewek berjilbab yang berduaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya? Mengapa cewek berjilbab ada yang pacaran ampe gak jelas getho?

Miris saat ngeliat banyak muslimah-muslimah yang kata orang banyak sebagai contoh untuk orang lain ternyata begentayangan gak bisa jaga hijab-nya. Wuiz,, ujung-ujungnya ujung si jilbab yang dipermasalahkan. Dan di akhirnya ujung, Islam yang indah yang disalahkan dan dikambing hitamkan. Masuklah beragam pemikiran-pemikiran yang jelek tentang Islam. Bewwwwuh,, semoga bukan ane... Allahuma Aamiin...

Kalau dah banyak teman yang complaind masalah ini (padahal kan gak semua jilbaber kayak gitu), lantas gemana?

Menurut Firman Allah di surah An-Nuur ayat 31;

(**Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, ........................**)

Weiz, di sinilah ilmunya. So, banyak dari muslimah-muslimah pada gak ngerti kalau sebagai wanita yang beriman wajib menahan padangan dan kemaluan bukan sekedar hanya make jilbab. Bahkan Allah menulis ”menahan pandangan dan kemaluan” lebih dahulu dibanding ”menutup kudung ke dadanya”.

So plis, jangan malu-maluin muslimah laen dund dengan gaya pergaulan yang gak syar’i. Dan jangan sampe tingkah kita yang berkerudung ini jadi fitnah hingga mengambing hitamkan Islam. Wuiz, tanggung jawab muslimah berjilbab emang cukup ngeh deh. Semangat!! Jangan lembek!! Jangan jadi muslimah gampangan!! Malu ama tuh jilbab, apalagi ama ALLAH!!

MARI BERUBAH...

Senangnya saat teman-teman dah mulai belajar make kerudung, ana senang beud kalau banyak teman yang curhat kalau mereka pengen pake jilbab. Walau niat awalnya, pengen kayak si akhwat itu, pengen diliat si ikhwan ini, yaaah, pacar gua Islami so gua mesti nyeimbangin dund. Hakz,.hakz.. Hahay!!

Segala sesuatu memang bergantung dengan niat. Bahkan percuma melakukan kebajikan kalau niatnya bukan karena Allah.

Ayo, akhwat jangan mengekslusifkan diri dari pergaulan, agar jadi salah satu tempat teman-teman cerita kalau mau pake jilbab. Kita harus 100% mendukung mereka, semoga, setelah menutup aurat terlebih dahulu, ikut pengajian dan berkumpul dengan orang yang solehah, Insya Allah mereka dapat berubah. Yuhuu, medan dakwah yang menyenangkan!

Paling tidak, dengan menjamurnya mode jilbab banyak orang yang mulai tertarik dengan islam. Menyebabkan sebagian bertanya, dan akhwaters inilah tugas kita. Mari belajar memperbaiki niat dan meluruskan niat saudari muslimah kita, terkhususnya diri sendiri. Semoga saudari muslimah kita dapat berjilbab dengan ilmu bukan dengan mode.


**copas dari seorang ukhti

Hakikat Kesombongan Adalah Menolak Kebenaran dan Merendahkan Manusia

Asy-Syaikh Husain bin ‘Audah Al-Awayisyah


Apa itu (hakikat) Al-Kibru atau kesombongan ? Dari Abdullah Bin Mas’ud radhiayallahu’anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:


وعن عبداللّه بن مسعودرضى اللّه عنه عن النّبىّ صلّى اللّه عليه وسلّم قال : لايدخل الجنّةمن كان فى قلبه مثقال ذرّةمن كبر ، فقال رجل : انّ الرّجل يحبّ ان يكون ثوبه حسناونعله حسنة ، قال : انّ اللّه جميل يحبّ الجمال . الكبر : بطرالحقّ وغمط النّاس (رواه مسلم)٠


“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari kesombongan.” Salah seorang shahabat lantas bertanya: “Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sandalnya baik?” Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Dzat yang Maha Indah dan senang dengan keindahan, Al-Kibru (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”(HR Muslim dalam Shahih-nya, Kitabul Iman, Bab: Tahrimul Kibri wa Bayanuhu)


Dalam riwayat lain:


لاَ يَدْخُلُ النَّارَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إِيْمَانٍ وَلاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ


“Tidak akan masuk neraka seseorang yang di dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari keimanan dan tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari kesombongan.”(HR Muslim dalam Shahih-nya, Kitabul Iman, Bab: Tahrimul Kibri wa Bayanuhu)


Nabi telah menjelaskan Al-kibru (kesombongan) itu adalah:


الْكِبْرُ بَطْرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ


menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Adapun batharul haq artinya mengingkari kebenaran dan menolaknya. Sedang ghomthunaas artinya meremehkan mereka (manusia).


Maka orang yang sombong, selalu berambisi untuk meninggikan dirinya di hadapan Allah Ta’ala dengan cara menolak syariat dan ajaran agama. Padahal perkataan yang benar adalah dari Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya Shallallahu'alaihi wasallam dan dia meninggikan dirinya di hadapan manusia sehingga mengolok-olok, meremehkan serta menjelek-jelekan mereka.


Sesungguhnya sombong adalah meremehkan sang Khaliq (Allah ‘Azza wa Jalla) dan sekaligus meremehkan makhluk (manusia), kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari sifat tersebut.


Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:


وَلَقَدْ فَتَنَّا قَبْلَهُمْ قَوْمَ فِرْعَوْنَ وَجَاءَهُمْ رَسُولٌ كَرِيمٌ أَنْ أَدُّوا إِلَيَّ عِبَادَ اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ وَأَنْ لا تَعْلُوا عَلَى اللَّهِ إِنِّي آتِيكُمْ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ


“Sesungguhnya sebelum mereka telah Kami uji kaum Fir’aun dan telah datang kepada mereka seorang Rasul yang mulia, (dengan berkata): “Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak). Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu, dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata.” [Ad-Dhukhan 17-19]


Ibnu Katsir menjelaskan tentang tafsir firman Allah :


وَأَنْ لا تَعْلُوا عَلَى اللَّهِ


“dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah.” Yakni: Janganlah kalian sombong dari mengikuti ayat-ayat-Nya dan melaksanakan hujah-hujah-Nya serta mengimani bukti-bukti-Nya. Sebagaimana firman-Nya ‘Azza wa Jalla :


وَكَذَلِكَ حَقَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ أَصْحَابُ النَّارِ


“Dan demikianlah telah pasti berlaku ketetapan azab Rabb-mu terhadap orang-orang kafir, karena sesungguhnya mereka adalah penghuni neraka.”[Ghafir:6]


[Dinukil dari buku Tawadhu’ kedudukannya dalam agama oleh Asy-Syaikh Husain bin ‘Audah Al-Awayisyah terbitan Maktabah Al-Ghuroba’ halaman 22-24]


Sumber: http://sunniy.wordpress.com | Menebar Ilmu & Tegakkan Sunnah

Prinsip, Idealisme, Akidah, dan Syariat

Bukan kita yang memegang prinsip, melainkan prinsip yang seharusnya memegang kita, maka prinsip itu pasti tak mudah luntur. Sebab kita sedang memertaruhkan "kita" apabila kita menghilangkan prinsip-prinsip kehidupan.... Artinya, jangan terkekang oleh prinsip2 yang kita yakini, tapi raihlah kebahagiaan sejati bersama prinsip-prinsip yang kita yakini...

Dan sesungguhnya idealisme itu ada di lapisan hati terdalam ... itu sebabnya kita harus meluruhkan segala prasangka, membersihkan pikiran, merelakskan ketegangan..agar tarikan udara kehidupan dapat menembus ke dalam hati.... tidak hanya di pikiran yang menggelisahkan dada kehidupan...

Kita berislam untuk mengenal Allah dan mengagungkannya.. dan bukan sibuk dengan ajaran Islam itu sendiri tapi malah lupa kepada yang menciptakan ajaran Islam itu...

Kita berislam untuk kelak bertemu dengan Allah, menatap wajahNya.. dan bukan sibuk mengurus aturan yang sudah pasti ditetapkanNya..sehingga kita lupa kepada siapa yang menciptakan keteraturan di semesta...lalu kita agungkan syariat Islam seraya mengkafirkan yang belum bersyariat Islam.. ya tentu saja (sebenarnya) termasuk kita semua yang tidak bersyariat Islam...

Menegakkan syariat itu wajib, tapi hidup gelisah karena tidak percaya bahwa Allah lah yang menjaga syariatNya untuk tetap tegak..berarti idealisme akidah kita masih harus ditingkatkan.... dan akidah lebih utama daripada syariat... sebab syariat terbaik dibangun di atas akidah yang sungguh mengESAkannya tanpa kegelisahan dan warna emosi yg tak indah...

"Inna lil muttaqiinaa mafaazaa"
Sesungguhnya orang2 yang bertaqwa itu PASTI menang...

Salam Perjuangan

Apakah Bapak Tiri Boleh Menikahi Anak Perempuan Tirinya ?

Para ulama telah berbeda pendapat mengenai hal ini. Pokok persoalannya adalah pemahaman dan penarikan hukum atas firman Allah ta’ala :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ ........ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; ……… anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [QS. An-Nisaa’ : 23].

Sebagian ulama berpendapat tidak bolehnya seorang laki-laki menikahi anak istri dari suami yang lain (anak tiri) jika terkumpul padanya dua kondisi :

1. Anak tiri dalam asuhan/pemeliharaan ayah tirinya.

2. Ayah tiri (si laki-laki) tersebut telah mencampuri ibu tirinya.[1]

Jika terkumpul dua kondisi ini, maka haram bagi ayah tiri menikahi anak tirinya, karena statusnya adalah mahram baginya. Namun jika dua kondisi tersebut tidak terpenuhi atau hanya satu kondisi saja yang terpenuhi, maka tidak mengapa jika ayah tiri menikahi anak tiri. Pendapat ini merupakan pendapat dari Amiirul-Mukminiin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah, dan ternukil dari Malik bin Anas rahimahullah.

Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

أخرجه عبد الرزاق وابن المنذر وغيرهما من طريق إبراهيم بن عبيد عن مالك بن أوس قال: كانت عندي امرأة قد ولدت لي، فماتت فوجدت عليها، فلقيت علي بن أبي طالب فقال لي: مالك؟ فأخبرته، فقال: ألها ابنة؟ يعني من غيرك، قلت: نعم قال: كانت في حجرك؟ قلت: لا، هي في الطائف، قال: فانكحها، قلت: فأين قوله تعالى :{وَرَبَائِبُكُمُ} قال إنها لم تكن في حجرك......

والأثر صحيح عن علي.

“Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq, Ibnul-Mundzir, dan yang lainnya dari jalan Ibraahiim bin ‘Ubaid, dari Maalik bin Aus, ia berkata : “Aku pernah mempunyai istri yang melahirkan, lalu istriku itu meninggal dan akupun sedih. Maka aku menemui ‘Aliy bin Abi Thaalib. Ia berkata kepadaku : ‘Ada apa denganmu ?’. Aku pun mengkhabarkan kepadanya apa yang terjadi. ‘Aliy lalu bertanya : ‘Apakah istrimu mempunyai anak perempuan, yaitu dari selainmu (= anak tiri) ?’. Aku jawab : ‘Ya’. Ia kembali bertanya : ‘Apakah anak perempuan tirimu itu dalam asuhanmu ?’. Aku jawab : ‘Tidak, ia ada di Thaaif’. Ia berkata : ‘Nikahilah ia !’. Aku berkata : ‘Lantas bagaimana dengan ayat {وَرَبَائِبُكُمُ} (anak perempuan/tiri dari istri yang telah aku campuri) ?’. ‘Aliy berkata : ‘Ia tidak dalam asuhanmu’….

Atsar ini shahih dari ‘Aliy” [Fathul-Baariy, 9/158 – lihat pula Mushannaf ‘Abdirrazzaaq no. 10834].

Namun jumhur ulama berpendapat bahwa anak tiri itu haram untuk dinikahi, baik ia ada dalam asuhan bapak tiri ataupun tidak. Mereka hanya mensyaratkan adanya jima’ saja. Kalimat dalam ayat di atas keluar dari tempat keumumannya (خرج مخرج الغالب), sehingga tidak ada mafhum padanya.[2] Maksudnya, ayat tersebut berbicara tentang keumuman seorang anak tiri (rabiibah) yang berada di asuhan/pemeliharaan orang tuanya. Oleh karena itu, tidak ada mafhum mukhalafah atas ayat dimaksud jika anak tiri tidak dalam asuhan/pemeliharaan, boleh bagi ayah tiri untuk menikahinya. Hal ini seperti firman Allah ta’ala :

وَلا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا

“Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian” [QS. An-Nuur : 33].

QS. An-Nuur : 33 tidak mengkonsekuensikan jika ada budak wanita yang tidak menginginkan kesucian boleh dipaksa untuk melakukan pelacuran.

Pendapat jumhur inilah yang raajih dalam permasalahan ini, insya Allah.

عن أم حبيبة بنت أبي سفيان قالت: يارسول الله، انكح أختي بنت أبي سفيان، فقال: (أوتحبين ذلك). فقلت: نعم، لست لك بمخلية، وأحب من شاركني في الخير أختي، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (إن ذلك لا يحل لي). قلت: فإنا نحدث أنك تريد أن تنكح بنت أبي سلمة؟ قال: (بنت أم سلمة). قلت: نعم، فقال: (لو أنها لم تكن ربيبتي في حجري ما حلت لي، أنها لابنة أخي من الرضاعة، أرضعتني وأبا سلمة ثويبة، فلا تعرضن علي بناتكن ولا أخواتكن).

Dari Ummu Habiibah binti Abi Sufyaan ia berkata : “Wahai Rasulullah, nikahilah saudara perempuanku, anak perempuan Abu Sufyaan”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Apakah engkau senang akan hal itu ?”. Ummu Habiibah berkata : “Benar, aku tidak hanya ingin menjadi istrimu, dan aku ingin saudara perempuanku bergabung denganku dalam memperoleh kebaikan”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Saudara perempuanmu itu tidak halal bagiku”.[3] Ummu Habiibah berkata : “Kami mendengar khabar bahwa engkau ingin menikahi anak perempuan Abu Salamah ?”. Beliau besabda : “Anak perempuan Abu Salamah ?”. Ummu Habiibah menjawab : “Ya”. Beliau bersabda : “Seandainya ia bukan anak tiriku yang ada dalam asuhanku, dia tetap tidak halal aku nikahi, karena ia adalah anak perempuan saudara laki-lakiku dari hubungan penyusuan, yaitu aku dan Abu Salamah sama-sama pernah disusui oleh Tsuwaibah. Oleh karena itu, janganlah engkau tawarkan anak perempuanmu atau saudara perempuanmu kepadaku” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 5101, Muslim no. 1449, dan yang lainnya].

Mengomentari hadits di atas, Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :

جعل المناط في التحريم مجرد تزويجه أم سلمة وحكم بالتحريم لذلك، وهذا هو مذهب الأئمة الأربعة والفقهاء السبعة وجمهور الخلف والسلف

“Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjadikan sebab keharaman hanya sekedar perkawinan beliau dengan Ummu Salamah dan yang demikian itu dihukumi haram oleh beliau. Inilah madzhab imam yang empat, fuqahaa’ yang tujuh, serta jumhur ulama khalaf dan salaf ” [Tafsiir Ibni Katsiir, 2/251].

Wallaahu a’lam.



[1] Para ulama berbeda pendapat tentang makna ad-dukhuul dalam QS. An-Nisaa’ : 23. Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan perbedaan pendapat masalah ini :

وأما الدخول ففيه قولان: أحدهما أن المراد به الجماع وهو أصح قولي الشافعي، والقول الآخر وهو قول الأئمة الثلاثة المراد به الخلوة.

“Tentang makna ad-dukhuul, ada dua pendapat : Pertama, bahwa yang dimaksud dengannya adalah jimaa’. Ini merupakan pendapat yang paling shahih yang ternukil dari Asy-Syafi’iy. Kedua, dimana ini merupakan pendapat imam yang tiga (Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad), maksudnya adalah berdua-duaan/khalwat (antara suami istri)” [Fathul-Baariy, 9/158].

Pendapat yang raajih adalah pendapat pertama. Hal ini berdasarkan dua atsar berikut :

عن الثوري عن عاصم عن بكر بن عبد الله المزني قال قال بن عباس الدخول والتغشي والإفضاء والمباشرة والرفث واللمس هذا الجماع غير أن الله حيي كريم يكنى بما شاء عما شاء

Dari Ats-Tsauriy, dari ‘Aashim,, dari Bakr bin ‘Abdillah Al-Muzanniy, ia berkata : Telah berkata Ibnu ‘Abbas : “Ad-dukhuul, at-taghasyiy, al-mubaasyarah, ar-rafats, dan al-lams, ini semuanya maknanya adalah jima’ karena Allah Maha Pemalu dan Maha Pemurah yang memberi kiasan dengan apa saja pada apa saja yang Ia kehendaki” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq no. 10826; shahih].

عن بن جريج قال قلت لعطاء ((وربائبكم اللاتي في حجوركم)) ما الدخول بهن ؟ قال أن تهدى إليه فيكشف ويجلس بين رجليها قلت إن فعل ذلك بها في بيت أهلها قال حسبه قد حرم ذلك عليه بناتها قلت له نعم, ولم يكشف قال لا تحرم عليه الربيبة إن فعل ذلك بأمها

Dari Ibnu Juraij ia berkata : “Aku pernah bertanya kepada ‘Athaa’ tentang firman Allah ta’ala : ‘dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu’; apa makna ad-dukhuul dengan mereka ?”. Ia menjawab : “Maknanya adalah jika wanita/istri telah menyerahkan diri kepada suaminya, dan si suami telah menyingkap (pakaian)-nya serta duduk di antara dua kakinya (men-jima’-inya)’. Aku berkata : ‘(Apa pendapatmu) jika hal itu ia lakukan di rumah keluarga si istri ?’. Ibnu Juraij menjawab : ‘Telah cukup hal itu baginya untuk mengharamkan (untuk menikahi) anak-anak perempuan istrinya (= anak tiri)’. Aku berkata : ‘Jika ia hanya bersenang-senang dengan istrinya namun belum menyingkap (pakaian)-nya (untuk men-jima’-inya) ?’. Ia menjawab : ‘Tidak diharamkan anak perempuan si istri itu (rabiibah) baginya jika ia sekedar melakukan itu dengan ibunya” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 10822; shahih. Lihat pula Tafsir Ibni Katsiir, 2/252].

[2] Para ulama menjelaskan satu kaedah sebagai berikut :

والمنطوق إذا خرج مخرج الغالب أو على حادثة فلا مفهوم له

“Satu manthuuq (bahasa nash) jika ia keluar dari tempat keumumannya atau satu peristiwa, maka tidak berlaku mafhum padanya” [Tafsir Ibni Katsiir, 2/394].

[3] Karena telah ada larangan dari Allah ta’ala :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ ........ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu,……… dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [QS. An-Nisaa’ : 23].