Senin, 29 Juni 2009

MEMBERIKAN HARTA YANG DICINTAINYA

MEMBERIKAN HARTA YANG DICINTAINYA

Bukanlah suatu kebaktian bahwa kamu menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, Malaikat-Malaikat, Kitab-Kitab, Nabi-Nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, dan mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan dan kemelaratan dan dalam peperangan; mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS 2:177)

Tafsir Ibnu Katsir.

Ayat yang mulia ini mencakup kaidah-kaidah yang universal dan akidah yang lurus sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Dzar (178), “Sesungguhnya Nabi saw ditanya, “Apakah iman itu? Maka beliau membaca ayat ini, “Kebajikan itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu….” Abu Dzar berkata, “Kemudian Rasulullah ditanya lagi. Maka beliau membaca ayat yang itu juga. Kemudian beliau ditanya lagi. Maka beliau bersabda, “Iman ialah jika kamu melakukan kebaikan yang disukai oleh hatimu dan jika kamu melakukan keburukan yang dibenci oleh hatimu”. Hadits ini adalah hadits munqathi (terputus sanadnya) sebab Mujahid tidak sezaman denan Abu Dzar karena beliau meninggal jauh sebelum Mujahit lahir.

Maksud ayat ini ialah setelah Allah menyuruh kaum mukmin menghadap ke Baitul Maqdis, Allah mengalihkan kiblat mereka ke Ka’bah, maka hal itu membuat ragu segolongan Ahli Kitab dan sebagian kaum muslim. Lalu Allah menurunkan ayat yang menjelaskan tentang hikmah pengalihan itu. Tujuan pengalihan itu ialah untuk melihat siapa yang taat kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya, menghadapkan ke mana pun mereka disuruh, dan mengikuti apa yang disyariatkan-Nya. Hal ini merupakan kebajikan, ketakwaan, dan keimanan yang sempurna.

Menghadap ke arah timur atau barat tidak mengandung kebajikan dan ketaatan jika tdiak bersumber dari perintah dan syariat Allah. Oleh karena itu, Dia berfirman, “Kebajikan itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, namun kebajikan itu ialah dengan beriman kepada Allah, hari akhir.” Berkaitan dengan firman Allah, “Namun kebajikan itu ialah dengan beriman kepada Allah”, ats-Tsauri berkata, “Yang dimaksud adalah seluruh jenis kebajikan”.
Iman ats-Tsauri, rahimahullah, benar karena orang yang memiliki sifat yang dikemukakan oleh ayat ini, berarti ia telah masuk ke dalam seluruh wilayah Islam dan telah mengambil seluruh kebaikan, yakni beriman kepada Allah bahwa tiada tuhan tuhan melainkan Dia serta membenarkan adanya para malaikat yang merupakan duta antara Allah dengan para rasul-Nya.

Beriman kepada “Kitab”. Al-kitab merupakan isim jinis yang meliputi kitab-kitab yang diturunkan dari langit kepada para nabi. Kitab penutup dan yang paling mulia ialah AL-Qur’an, yang menjadi muara kebaikan dunia dan akhirat. Kitab-kitab yang diturunkan sebelumya dinasakh oleh Al-Qur’an.

Selain itu, beriman kepada seluruh nabi Allah mulai dari nabi pertama sampai yang terakhir, yaitu Muhammad saw. Firman Allah : “Dengan memberikan harta yang dicintainya”, maksudnya dia mengeluarkan harta padahal ia mencintai dan menyenangi sebagaimana hal itu ditetapkan dalam hadits yang terdapat dalam shahihain, yaitu hadits marfu’ dari Abu Hurairah (179), “Sedekah yang paling utama ialah hendaknya kamu bersedekah sedangkan engkau masih sehat, tidak ingin memberi, mendambakan kekayaan, dan mengkhawatirkan kemiskinan”.

Allah Ta’ala berfirman : “Dan mereka memberi makanan yang dicintainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan”. Allah Ta’ala berfirman : “Sekali-kali kamu tidak akan meraih kebaikan hingga kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu sukai”. Dan firman Allah : “Dan mereka mementingkan orang lain daripada dirinya, walaupun mereka sendiri kesusahan”.

Inilah pola hidup lainnya yang sangat tinggi, yaitu mereka lebih mengutamakan pemberian sesuatu yang justru sangat diperlukan dirinya. Mereka memberi dan menyedekahkan sesuatu yang dicintainya.

Firman Allah : “Kepada karib kerabat”. Mereka lebih diutamakan untuk mendapat sedekah, sebagaimana ditetapkan dalam hadits (180) :

“Sedekah kepada orang miskin berpahala satu, sedangkan kepada kerabat berpahala dua: pahala sedekah dan pahala silaturahmi. Kerabat ialah pihak yang harus diutamakan untuk menerima kebajikan dan pemberianmu”.

“Anak-anak yatim”, yaitu anak yang ditinggal mati ayahnya pada saat masih lemah dan kecil, dalam arti belum balig serta belum mampu berusaha. Sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Abdur Razak dengan sanadnya dari Ali, dari Nabi saw, beliau bersabda (181) : “Tiada keyatiman setelah balig”.

Firman Allah : “Dan orang-orang miskin”. Penggalan ayat ini ditafsirkan oleh hadits yang terdapat dalam shahihain dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda :

“Orang miskin bukanlah orang yang suka berkeliling meminta-minta kemudian berlalu setelah diberi sebuah atau dua buah kurma, sesuap atau dua suap makanan, namun miskin ialah orang yang tidak memiliki makan sekedar untuk mencukupi kebutuhannya dan tidak diingat orang sehingga tidak diberi sedekah”.

Dan firman Allah : “Dan ibnu sabil”, yaitu orang yang suka bepergian dan melawat serta bekalnya telah habis. Ia perlu diberi sedekah sekedar dapat mengantarkannya ke negerinya. Tamu termasuk ke dalam kategori ibnu sabil. “Dan orang-orang yang meminta-minta”, yaitu orang yang suka menghadang untuk meminta. Maka dapat diberi zakat dan sedekah, sebagaimana hal itu dikemukakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad dari Abdurrahman Husein bin Ali, dia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda (183) :

“Peminta-minta memiliki hak walaupun ia datang dengan menunggang kuda”

“Dan memerdekakan hamba sahaya”. Mereka ialah budak yang ditetapkan kehambaannya secara tertulis dan tidak memiliki biaya untuk menebus dirinya. Hal ini akan dijelaskan dalam pembahasan tentang sedekah dalam surat Bara’ah (at-Taubah), insya Allah. “Dan mendirikan shalat”, yakni menyempurnakan pelaksanaan shalat secara tepat waktu berikut ruku, sujud, tuma’ninah, dan khusyunya selaras dengan cara yang telah disyariatkan dan diridhai. Sedangkan yang dimaksud dengan firman Allah : “Dan menunaikan zakat” ialah zakat mal. Jadi, pemberian kepada berbagai pihak dan golongan yang telah disebutkan itu merupakan pemberian yang bersifat kerelaan hati, kebaikan, dan tanda silaturahmi. Oleh karena itu, dalam hadits Fatimah binti Qa’is dikatakan (184) : “Dalam harta terdapat hak bagi orang lain selain zakat”. Wallahu a’lam.

Firman Allah : “Dan orang-orang yang memenuhi janjinya bila mereka berjanji” . Penggalan ayat ini seperti firman Allah : “Orang-orang yang memenuhi janjinya kepada Allah dan tidak membatalkan perjanjiannya” Lawan dari sifat ini ialah nifak, sebagaimana dijelaskan dalam hadits (185) :

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga : apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanat ia berkhianat”.

Firman Allah : “Dan orang-orang yang bersabar dalam kondisi sulit, menderita, dan peperangan”, yakni dalam kondisi fakir yang disebut al-ba’sa dan kondisi sakit disebut adh-dharra’, serta kondisi perang dan menghadapi musuh disebut hiinal-ba’si. Kata ash-shabiriina dinashabkan dengan tujuan memuji dan mendorong supaya bersabar dalam kesulitan. Firman Allah : “Mereka itulah orang-orang yang benar”. Mereka yang disifati dengan berbagai sifat tersebut ialah orang-orang yang benar keimanannya, sebab mereka telah mewujudkan keimanan hati melalui ucapan dan perbuatan. Jadi, mereka itulah orang-orang yang benar “dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” karena mereka menjaga diri dari berbagai perkara yang diharamkan dan mengerjakan berbagai ketaatan.

Pertanyaannya :
Sudahkah kita meninggalkan yang haram-haram ?
Sudahkah kita mengerjakan berbagai ketaatan ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar