Rabu, 01 Juli 2009

nyanyian dan musik(fatwa syeh yusuf Qardhawi bag2)

Wed, 04 May 2005 09:26:18 -0700
-----------------------------------
Dari Al Halalu Wal Haramu Fil Islam
-----------------------------------
Menari dan Musik:
----------------
Penulis: Dr. Yusuf Qardhawi
Di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa dan
menenangkan hati serta mengenakkan telinga, ialah
nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh Islam, selama tidak
dicampuri cakap kotor, cabul dan yang kiranya dapat
mengarah kepada perbuatan dosa. Dan tidak salah pula
kalau disertainya dengan muzik yang tidak
membangkitkan nafsu. Bahkan disunatkan dalam situasi
gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur
hati, seperti pada hari raya, perkawinan, kedatangan
orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah,
aqiqah dan di waktu lahirnya seorang bayi.
Dalam hadis diterangkan:
"Dari Aisyah r.a, bahwa ketika dia menghantar
pengantin perempuan ke tempat laki-laki Ansar, maka
Nabi bertanya: Hai Aisyah! Apakah mereka ini disertai
dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Ansar gemar
sekali terhadap hiburan." (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula:
"Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: Aisyah pernah
mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Ansar,
kemudian Rasulullah s.a.w. datang dan bertanya: Apakah
akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka
menjawab: Betul! Rasulullah s.a.w. bertanya lagi.
Apakah kamu kirim bersamanya orang yang akan menyanyi?
Aisyah menjawab: Tidak! Kemudian Rasulllah s.a.w.
bersabda: Sesungguhnya orang-orang Ansar adalah suatu
kaum yang merayu. Oleh karena itu alangkah baiknya
kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang
mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang
kami, selamat datang kamul" (Riwayat Ibnu Majah)
"Dan dari Aisyah r.a. sesungguhnya Abubakar pernah
masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis
yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari
Mina (Idul Adha), sedang Nabi s.a.w. menutup wajahnya
dengan pakaiannya, maka diusirlah dua gadis itu oleh
Abubakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata
kepada Abubakar Biarkanlah mereka itu hai Abubakar,
sebab hari ini adalah hari raya (hari
bersenang-senang)."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Imam Ghazali dalam Ihya'nya27 setelah membawakan
beberapa hadis tentang bernyanyinya dua orang gadis
itu, permainannya orang-orang Habasyah di dalam masjid
Nabawi yang didukungnya oleh Nabi dengan kata-katanya:
karena kamu, aku melihat hai Bani Arfidah, dan
perkataan Nabi kepada Aisyah: engkau senang ya Aisyah
melihat permainan ini; dan berdirinya Nabi bersama
Aisyah sehingga dia sendiri yang bosan serta permainan
Aisyah dengan boneka bersama kawan-kawannya itu,
kemudian Ghazali berkata: Bahwa hadis-hadis ini semua
tersebut dalam Bukhari dan Muslim dan merupakan nas
yang tegas, bahwa nyanyian dan permainan, bukanlah
haram. Dan dari situ juga menunjukkan dibolehkannya
bermacam-macam permainan:
1. Bermain anggar sebagaimana yang biasa dilakukan
oleh orang-orang Habasyah.
2. Permainan boleh dilakukan di masjid.
3. Sabda Nabi kepada orang-orang Habasyah: karenamu
aku melihat hai Bani Arfidah, adalah suatu perintah
dan anjuran untuk bermain. Oleh karena itu bagaimana
mungkin permainan itu diharamkannya?
4. Dilarangnya Abubakar dan Umar dengan alasan, bahwa
hari itu adalah hari raya dan hari gembira, sedang
bernyanyi adalah salah satu daripada jalan untuk
bergembira.
5. Berdirinya Nabi yang begitu lama sambil menyaksikan
dan mendengarkan nyanyian yang disetujui Aisyah,
adalah cukup sebagai bukti, bahwa metode yang baik
untuk menghaluskan budi perempuan dan anak-anak dengan
cara menyaksikan permainan adalah lebih baik daripada
kekasaran ruhud dan berkekurangan dalam suasana
terhalang dan dihalang.
6. Perkataan Nabi kepada Aisyah yang didahului dengan
kalimat bertanya: senangkah kamu untuk melihat?
7. Perkenan untuk menyanyi dan memukul rebana dari dua
anak gadis itu dan seterusnya, seperti yang dituturkan
al-Ghazali dalam Kitabus Sama' (fasal mendengar). Dan
dari beberapa sahabat dan tabi'in diriwayatkan, bahwa
mereka itu pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka
tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa.
Adapun hadis-hadis Nabi yang melarang nyanyian,
semuanya ada cacat, tidak ada satupun yang selamat
dari celaan oleh kalangan ahli hadis, seperti kata
al-Qadhi Abubakar bin al-Arabi: "Tidak ada satupun
hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya
nyanyian."
Dan berkata pula Ibnu Hazm: "Semua hadis yang
menerangkan tentang haramnya nyanyian adalah batil dan
palsu."
Banyak sekali nyanyian-nyanyian dan muzik yang
disertai dengan perbuatan berlebih-lebihan,
minum-minum arak dan perbuatan-perbuatan haram. Itulah
yang kemudian oleh ulama-ulama dianggapnya haram atau
makruh.
Sebagian mereka ada yang mengatakan: bahwa
sesungguhnya nyanyian itu termasuk lahwul hadis
(omongan yang dapat melalaikan) sebagai yang dimaksud
dalam firman Allah:
"Di antara manusia ada yang membeli omongan yang dapat
melalaikan untuk menyesatkan (orang) dari jalan Allah
tanpa disadari, dan dijadikannya sebaqai permainan.
Mereka itu kelak akan mendapat siksaan yang hina."
(Luqman: 6)
Ibnu Hazm berkata: "Ayat tersebut menyebutkan suatu
sifat yang barangsiapa mengerjakannya bisa menjadi
kafir tanpa diperselisihkan lagi, yaitu apabila dia
menjadikan agama Allah sebagai permainan. Oleh karena
itu jika dia membeli sebuah al-Quran untuk dijadikan
ayat guna menyesatkan orang banyak dan dijadikannya
sebagai permainan, maka jelas dia adalah
kafir. Inilah yang dicela Allah s.w.t. Samasekali
Allah tidak mencela orang-orang yang membeli lahwal
hadis itu sendiri yang bisa dipakai untuk hiburan dan
menggembirakan hati, bukan untuk menyesatkan orang
dari jalan Allah."
Selanjutnya Ibnu Hazm menolak anggapan orang yang
mengatakan; bahwa nyanyian itu sama sekali tidak dapat
dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan, seperti
firman Allah.
"Tidak ada lain sesudah hak kecuali kesesatan."
(Yunus: 32)
Maka kata Ibnu Hazm: Rasulullah s.a.w. pernah bersabda
"Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai
dengan niat dan tiap-tiap orang akan dinilai menurut
niatnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Jadi barangsiapa mendengarkan nyanyian dengan niat
untuk membantu bermaksiat kepada Allah, maka jelas dia
adalah fasik --termasuk semua hal selain nyanyian. Dan
barangsiapa berniat untuk menghibur hati supaya dengan
demikian dia mampu berbakti kepada Allah dan tangkas
dalam berbuat kebajikan, maka dia adalah orang yang
taat dan berbuat baik dan
perbuatannya pun termasuk perbuatan yang benar. Dan
barangsiapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan
tidak juga untuk bermaksiat, maka perbuatannya itu
dianggap main-main saja yang dibolehkan, seperti
halnya seorang pergi ke kebun untuk berlibur, dan
seperti orang yang duduk-duduk di depan sofa sekedar
melihat-lihat, dan seperti orang yang mengkelir
bajunya dengan warna ungu, hijau dan sebagainya.
Namun di situ ada beberapa ikatan yang harus kita
perhatikan sehubungan dengan masalah nyanyian ini,
yaitu:
1. Nyanyian itu harus diperuntukkan buat sesuatu yang
tidak bertentangan dengan etika dan ajaran Islam. Oleh
karena itu kalau nyanyian-nyanyian tersebut penuh
dengan pujian-pujian terhadap arak dan menganjurkan
orang supaya minum arak, misalnya, maka menyanyikan
lagu tersebut hukumnya haram, dan si pendengarnya pun
haram juga. Begitulah nyanyian-nyanyian lain yang
dapat dipersamakan dengan itu.
2. Mungkin subjek nyanyian itu sendiri tidak
menghilangkan pengarahan Islam, tetapi cara
menyanyikan yang dilakukan oleh si penyanyi itu
beralih dari lingkungan halal kepada I;ngkungan haram,
misalnya lenggang gaya dengan suatu kesengajaan yang
dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah dan
perbuatan cabul.
3. Sebagaimana agama akan selalu memberantas sikap
berlebih-lebihan dan kesombongan dalam segala hal
sampai pun dalam beribadah, maka begitu juga halnya
berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu
untuk berhibur, padahal waktu itu sendiri adalah
berarti hidup!
Tidak dapat diragukan lagi, bahwa berlebih-lebihan
dalam masalah yang mubah dapat menghabiskan waktu
untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban. Maka tepatlah
kata ahli hikmah: "Tidak pernah saya melihat suatu
perbuatan yang berlebih-lebihan, melainkan di balik
itu ada suatu kewajiban yang terbuang."
4. Tinggal ada beberapa hal yang seharusnya setiap
pendengarnya itu sendiri yang memberitahu kepada
dirinya sendiri, yaitu apabila nyanyian atau satu
macam nyanyian itu dapat membangkitkan nafsu dan
menimbulkan fitnah serta nafsu kebinatangannya itu
dapat mengalahkan segi rohaniahnya, maka dia harus
menjauhi nyanyian tersebut dan dia harus menutup pintu
yang dari situlah angin fitnah akan menghembus, demi
melindungi hatinya, agamanya dan budi luhurnya.
Sehingga dengan demikian dia dapat tenang dan gembira.
5. Di antara yang sudah disepakati, bahwa nyanyian
yang disertai dengan perbuatan-perbuatan haram lainnya
seperti: di persidangan arak, dicampur dengan
perbuatan cabul dan maksiat, maka di sinilah yang oleh
Rasulullah s.a.w. pelakunya, dan pendengarnya diancam
dengan siksaan yang sangat, yaitu sebagaimana sabda
beliau:
"Sungguh akan ada beberapa orang dari ummatku yang
minum arak, mereka namakan dengan nama lain, kepala
mereka itu bisa dilalaikan dengan bunyi-bunyian dan
nyanyian-nyanyian, maka Allah akan tenggelamkan mereka
itu kedalam bumi dan akan menjadikan mereka itu
seperti kera dan babi." (Riwayat Ibnu Majah)
Bukan merupakan kelaziman kalau mereka itu dirombak
bentuk dan potongannya, tetapi apa yang dimaksud
dirombak jiwanya dan rohnya. Bentuknya bentuk manusia
tetapi jiwanya, jiwa kera dan rohnya roh babi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar